Sukabumi, sebuah kota yang dari namanya saja bisa memberikan arti tersendiri. Iseng saja, Sukabumi bisa saya bagi menjadi dua suku kata, yaitu Suka dan Bumi. Memberikan sebuah pengertian bahwa kota ini bisa membuat kita Menyukai Bumi. Di artikel ini saya akan menceritakan pengalaman singkat saat iseng berkelana ke kota ini pada 11 sampai 12 Maret 2017.
Perjalanan ini mengambil start di Kota Bandung, menggunakan
kendaraan pribadi dengan Bandung Barat-Cianjur-Sukabumi. Saat itu sekitar pukul
1 siang perjalanan dimulai. Jalan raya yang dilewati bisa saya katakan
mayoritas dalam kondisi baik. Sepanjang perjaanan kita tidak akan kesusahan
ketika terdapat permasalahan seputar perut, baik untuk memasukan sesuatu
(makan) dan mengeluarkannya (buang air). Hehehe.
Sekitar jam setengah 5 sore kendaraan telah sampai di Kota
Sukabumi. Kota yang ternyata macetnya lumayan parah. Ya mungkin dikarenakan
kedatangan saya adalah hari dimana yang punya pacar jalan keluar untuk
melakukan cengkrama dan para jomblo berdoa agar hujan (baca: MALAM
MINGGU). Menyusuri jalan utama yang sudah menggunakan konsep satu arah
begitu melelahkan dikala itu, maklum perut sudah lapar euy. T.T
Melihat kondisi perut yang sudah meminta diisi, akhirnya
alun-alun menjadi tujuan pelarian pertama. Oh iya, di Sukabumi alun-alunnya
agak berbeda. Saat mayoritas alun-alun diisi dengan lapangan polos berpadu
taman untuk upacara atau acara rakyat. Alun-alun Sukabumi ternyata berbeda,
konsepnya adalah halaman masjid agung yang ditata dengan rumput dan beberapa
kursi. Dari segi luas saya meragunakan bahwa ini adalah alun-alunnya. Namun
karena ada tulisan alun-alun di taman tersebut, akhirnya saya percaya juga.
Hehehe. Di sekitar wilayah alun-alun banyak tempat makan dengan konsep rumah
makan hingga gerobak. Berhubung saya hanya makan di rumah makan tanpa konsep
jadi bagian makanannya ini saya skip ya J
Masjid Agung Sukabumi |
Suasana Di Dalam Masjid Agung Sukabumi |
Alun-alun Sukabumi di depan masjid agung |
Setelah mengisi perut kami mencari hotel. Saya dan keluarga
menginap di Hotel Rahardja Sukabumi, hotel dengan budget kelas menengah. Saran
saya silahkan mencoba hotel lain J
*jangan tanya kenapa, biar sensasinya beda saja, tapi kalau ada yang mau tahu
alasannya japri saja ya.hehehe.
Doa Jomblo Gagal
Setelah meletakan barang dan istirhat sejenak barulah
perjalanan malam minggu sesungguhnya dimulai. Sukabumi ternyata memiliki aura
anak muda yang kuat, terlihat dari penuhnya mall dan cafe. Doa para jomblo
untuk hujan gagal, malam berlangitkan bintang menemani aura anak muda Sukabumi.
Hehehe
Oh iya, lampu jalan di Sukabumi juga memiliki ciri khas
sendiri, seperti belati macan. Ok-lah untuk menjadi identitas. Oh iya, Club
motor disini begitu hidup. Hampir setiap sudut kota diisi oleh club motor.
Desain Lampu Jalan Sukabumi |
Hari kedua
Memulai hari dengan mencari sarapan, dijawab dengan
pemandangan sebuah gerobak yang dikepung oleh masyarakat Sukabumi. Terletak
tepat di depan masjid agung membuat pemandangan ini mudah ditangkap mata.
Gerobak bubur ayam, ya sudahlah, dikarenakan rame jadi penasaran juga. Bubur
ayam yang dijual ternyata lumayan enak, yang khas mungkin kulit ayam dan kremes
gorengannya. Tapi silahkan menunggu sekitar 30 menit untuk bisa dilayani ya.
Bubur di depan Alun-alun Sukabumi |
Oh iya, keanehan saya seputar alun-alun Sukabumi akhirnya terjawab
juga, ternyata berjarak sekitar 50 Meter dari tulisan alun-alun terdapat sebuah
lapangan dengan nama Lapangan Merdeka. Tepat juga saat itu sedang ramai-ramainya
orang berolaraga. Walau alun-alun yang saya maksudkan di atas kecil namun untuk
kegiatan masyarakat ternyata dilangsungkan di Lapangan Merdeka ini.
Lapangan Merdeka Sukabumi |
Lapangan Merdeka Sukabumi |
Lapangan Merdeka Sukabumi |
Lapangan Merdeka Sukabumi |
Selabintana, Hotel
Wisata Untuk Umum
Untuk pendatang yang ingin wisata alam namun tidak ingin
melakukan perjalanan yang lebih jauh lagi alternatifnya adalah Selabintana.
Hanya berjarak sekitar 20 menit dari alun-alun membuat tempat ini bisa
didatangi dengan mudah. Sebenarnya Selabintana adalah sebuah hotel berkelas
yang kelihatannya sudah berdiri cukup lama, saat memasuki Selabinta tidak dipungut biaya loh, cukup membayar parkir sukarela saat keluar. Cocok untuk wisata keluarga.
Terdapat kolam renang dan padang rumput yang menyejukan mata. Cocok juga untuk
dijadikan tempat foto pre-wedding.
Selabinta |
Selabintana |
Selabintana |
Mochi Kaswari Lampion
Di Sukabumi kita tidak perlu khawatir dalam hal oleh-oleh.
Identitas Sukabumi dengan Mochinya sudah men-Indonesia. Salah satu yang
terkenal adalah mochi Kaswari. Walau tidak terletak di depan jalan raya utama,
namun tokonya telah dikelola profesional dengan adanya petugas parkir yang
menjadi dari jalan raya utama memasuki toko Kaswari. Untuk yang belum tahu
bagaimana rasanya mochi itu, disediakan juga tester gratis. Berdoalah
antriannya panjang biar bisa berkali-kali ngambil testernya. Hehehe. Mochi Kaswari Lampion sudah mengadaptasi gaya modern dengan memadukan mochi dengan berbagai rasa seperto cokelat dan durian. Harganya juga masih berkisar di 20-30 ribuan per kotak.
Mochi Kaswari Lampion |
Antiran di Mochi Kaswari Lampion |
Tester Mochi Kaswari Lampion |
Memori tersisah dari
Sukabumi 11 sd 12 Maret 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar