Istilah “kurangi
kompetisi dan tingkatkan kolaborasi” belakangan makin populer. Salah satu
tokoh yang menggunakan kredo ini adalah Ridwan Kamil. Dengan follower Instagram hampir 5 juta account, statement beliau akan langsung
tenar bin booming.
Namun, apakah memang di era modern ini kolaborasi jauh lebih
dibutuhkan dibanding kompetisi? Jika pembaca mengatakan iya, maka saya mengakui
bahwa pembaca adalah orang-orang BuDiman
(jangan terseinggu jika Ibunya bukan bernama Diman ya,hehehe). Kolaborasi ,
kerjasama atau persekutuan (dan berbagai istilah lainnya) memang sangat
dibutuhkan. Tidak ada penyangkalan mengenai hal tersebut.
Tapi haruskah kompetisi dihilangkan?
Jika ada yang berpikiran kompetisi perlu dihilangkan. Maaf,
kita berbeda jodoh, *eh maksudnya haluan. Kompetisi itu harus ada sebagai
sarana motivasi dan ukuran keberhasilan. Lihatlah banyak orang termotivasi
dalam persaingan untuk mengembangkan dirinya, ada juga yang berkembang lebih
baik dengan menjadi juara 1 dalam perlombaan. Kompetisi itu tidak boleh dihilangkan
dalam kehidupan, karena kompetisi membuat hidup bergairah. Nah, yang harus
dilakukan adalah kompetisi itu harus berlangsung dengan elegan, sportif dan
indah.
Selanjutnya kapan kolaborasi itu harus dilakukan?
1. Saat ada keterbatasan ilmu
Ya iya lah. Jangan sok tahu.
Setiap pribadi memiliki kapasitas ilmunya masing-masing, ada yang jago soal
matematika, ada yang jago komunikasi dan ada yang jago memberikan harapan palsu
*eeea. Dalam dunia penelitian modern, penelitian lintas bidang ilmu telah
populer. Saya sendiri sudah lebih dari 3 kali melakukan penelitian lintas
keilmuan. Dan hasilnya jauh lebih memuaskan.
2. Saat ada musuh bersama
Wkakakaka, ngeri banget ya. Musuh
bersama. Heheheh Tapi kenyataannya begitu. Ada yang pernah menonton Naruto? Pada
perang akhir, semua Shinobi (Ninja) dari berbagai Negara akhirya bersatu untuk
melawan Akatsuki. Hasilnya? WOW. “Duh, jangan contoh cerita fiksi dong”, kata
orang realistis.
Baiklah, pernah mendengar kisah
kemerdekaan Indonesia? Ingat bagaimana kuatnya Pangeran Diponegoro hingga
saktinya Imam Bonjol? Mereka kuat tapi tidak berhasil memukul penjajah secara
langsung. Setelah gaung persatuan Nusantara menjadi Indonesia diserukan,
barulah penjajah mampu ditaklukan tahun 1945. Hasil dari bersatunya Indonesia
Barat dan Timur ternyata, W.O.W. Itu kolaborasi di NKRI.
3. Untuk percepatan
Dikejar deadline? Ingat untuk
berkolaborasi. Kolaborasi bisa mempercepat selesainya suatu pekerjaan. Jika
satu orang disuruh membersikan Monas, kira-kira butuh berapa minggu untuk
selesai? Bayangakan pembersihan dilakukan 300 orang sekaligus? Cepat bukan.
Itulah 3 momen dimana kolaborasi
menjadi jauh lebih penting dari sekedar kompetisi. Namun, perlu diingat.
Sebelum berkolaborasi pastikan juga kita telah berusaha mapan menjadi orang
yang layak dijadikan teman kolaborasi orang lain. Tidak asik juga kan kalau
saat berkolaborasi kita menjadi benalu, hehehe.
Saya sendiri semenjak meluncurkan
buku pertama (catatan kehidupan), telah melakukan ajakan kolaborasi dengan
beberapa teman untuk menulis buku selanjutnya. Hasilnya? WOW. Ada teman yang
ahli membuat animasi, ada yang ahli desain visual dan berbagai latar belakang
mau untuk melakukan kolaborasi tersebut. Untuk 2017 nanti, sudah direncakan
untuk meluncurkan minimal 3 buku bersama orang-orang hebat itu. Jika pembaca
ingin berkolaborasi juga (dalam hal apapun) silahkan kontak saya. Siapa tahu
kita jodoh. *dalam melakukan kolaborasi.
Cibubur, 26 Desember 2016.
*Menanti 2017 nan cerah.
sumber gambar: https://novtani.files.wordpress.com/2013/01/kolaborasi.jpg
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantab. Lagi-lagi menginspirasi.
BalasHapusKolaborasi untuk kompetisi boleh juga kan kak?. Hehehe.. rajin ikut kompetisi makin berisi.
Heheheh. Yupz, itu nomor dua. Kompetisi perlu sbgai gairah. Hahah
Hapus