Menjual Diri
sumber gambar: jokosusilo.com |
Hari ini (6 Juni 2016) bertepatan tanggal 1 Ramadhan 1437 H
saya ingin bercerita tentang awal kisah saya untuk menjual diri di pulau Jawa.
Kesannya mungkin agak gimana dengan kata “menjual diri”. Namun, itulah apa yang
sebenarnya terjadi. Semenjak saya pindah ke Bandung, ada perasaan akan
ketakutan yang lumayan besar.
Saya ingat di Manado kemarin saya tidak perlu mencari
pekerjaan dengan susah payah, ya karena banyak orang baik yang menawari saya
pekerjaan. Ketakutan saya yakni apakah setelah pindah ke Bandung saya akan
mudah mendapatkan pekerjaan? Pasalnya kata orang-orang, Jawa adalah Pulau
dengan persaingan terpadat di Indonesia. Sekilas memang kampus-kampus beken dan
ternama telah menjejali pulau ini. Mau PTN (Perguruan tinggi Negeri) atau PTS
(Perguruan Tinggi Swasta) yang memiliki nama besar hadir di pulau ini.
Dengan bermodalkan keringat yang hampir kering semasa kuliah
di Universitas Sam Ratulangi Manado, saya niat dan tetapkan hati untuk tetap
optimis. Disini (Bandung) saya tidak memiliki modal pertemanan sebanyak di
Manado, jaringan keluarga pun sebenarnya tidak besar (dasar keluarga bukan
orang Jawa Barat). Jadi, apa yang harus saya harapkan? Duduk-duduk kemudian berharap
pekerjaan atau karir datang menghampiri karena disediakan pihak X? Ataukah saya
harus mendekati pejabat X untuk menjilat agar mendapatkan kesempatan berkarir??
Untunglah keringat kemarin belum
sempat kering sepenuhnya. Saya ingat perjuangan anak yang bukan dari keluarga
kaya raya dengan fasilitas dan kemampuan pas-pasan. IQ saya bukan tergolong
sangat superior (IQ 130-139) atau pun jenius (IQ 140>), melainkan masih
dibawa dua kategori tersebut.
“Saya hanya bisa menjual pengalaman yang dikumpulkan sejak SMA hingga
kuliah. Kata per kata atas apa yang pernah dilalui. Barisan peristiwa yang
ingin didengar orang lain.”
Saya ingat saat diawal datang, ada niat untuk mencari
keamanan dan kenyamanan dengan segera masuk dalam barisan abdi Negara (Perwira
karir di TNI atau POLRI). Maklum, untuk sebagian besar WNI abdi Negara adalah
pekerjaan yang bisa menyokong kehidupan sampai tua nanti. Sebenarnya memang ada
kesempatan itu, sekitar bulan Februari ada pembukaan peneriman POLRI sumber
sarjana. Namun, ternyata administrasi karena kepindahan membuat saya tidak bisa mengikuti seleksi.
Saya memutuskan untuk mengambil kelas TOEFL sambil persiapan
mengejar beasiswa untuk S2. Sekitar sebulan kelas berlalu begitu saja. Target Score yang ingin saya raih pun belum
terkejar. Langsung terpikir tentang Ibu saya yang sudah memasuki usia 64 tahun.
Terlalu banyak mimpi yang ingin saya persembahkan buat beliau. Beliau pun
kelihatannya mulai tidak enak karena dengan kepindahan saya ke Bandung ternyata
membutuhkan waktu yang agak lama untuk penyesuaian. Untuk itu akhirnya saya
putuskan untuk mulai mencari pekerjaan di sektor swasta terlebih dahulu.
Begitu keputusan itu saya ambil, maka langsunglah diri ini
menjadi job seeker sejati. Karena
bukan cuma cinta aja yang ada sejatinya.
Ahhahaha.
Total saya mengikuti tiga kali job fair, berkas ya saya lempar saja kesana dan sini begitu melihat
adanya prospek yang bagus. Syukurlah waktu job
fair yang berdekatan membuat proses ini tidak terlalu lama. Perusahaan yang
menerima CV saya sekitar 15 (dipanggil untuk mengikuti proses selanjutnya).
Proses berjalan, ada dua perusahaan yang sudah sampai tahap
akhir. Satu perusahaan sebagai Accounting
(background) keilmuan saya. Dan yang
satunya adalah Maybank untuk MDP (Management
Development Program). MDP sih katanya kalau Bank Mandiri adalah ODP (Officer Development Program) atau PPS (Program Pengembangan Staf)
di Bank BRI. Jika di perusahaan swasta umum setara MT (Management Trainee).
Hampir sebenarnya tidak percaya, mengingat untuk seleksi MDP
Maybank saya melihat banyak orang-orang lulusan kampus ternama. Dan dari
percakapan singkat dengan mereka, terlihat kualitas yang mempesona. Ternyata
Tuhan menentukan jalan yang indah juga. Dari sekitar 180-an peserta seleksi
Bandung ternyata yang lulus hanyalah dua orang.
Dengan pertimbangan Ibu dan keluarga, akhirnya diputuskan
untuk belajar dan berkeringat terlebih dahulu di MDP Maybank.
Dan disni akhirnyalah saya. Mencoba belajar kembali di MDP
Maybank.
Peserta MDP Batch 43 Maybank beserta Direktur Human Capital Maybank Indonesia Bapak Irvandi Ferizal |
Untuk beberapa hari kedepan saya akan bercerita sedikit
tentang program ini. Mungkin ada yang berkeinginan kerja di perbankan, semoga
nanti sedikit membuka cakrawala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar