Perjalanan Sosial dan Spiritual
Menuju Provinsi Pembuat Sejarah (3)
1 Desember 2015 biasanya disambut
oleh kalangan anak muda yang menyebut diri mereka “kekinian” dengan Desember Wish. Namun 1 Desember saya
menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Pengalaman yang sebenarnya susah
diungkapkan dengan kata-kata. Diawal saya ingin berterima kasih buat kak Amel
dan Rumah Zakat yang memberikan saya kesempatan turun langsung di Halmahera
Barat.
Pagi perdana
saya diawali oleh langkah kaki menuju masjid yang berjarak sekitar 600 meter
dari tempat saya nginap (rumahnya kak Zul) untuk menunaikan sholat subuh.
Suasana pagi yang jauh dari polusi dan kebisingan modernitas kota. Oh ia,
Halmahera Barat adalah sebuah kabupaten yang memiliki kehidupan plural. Karena
memang untuk Kabupaten ini diisi oleh mayoritas penduduk Kristen Protestan
sekitar 60-70%, Islam berkisar 30-40% (silahkan cek data valid di BPS, lagi
males baca angka pagi ini soalnya, hehehehe). Namun kehidupan di HalBar begitu
kondusif, masyarakat hidup rukun bahkan saling bersaudara (saudara kandung dan
dekat) walaupun berbeda agama. Ketika bencana gempa bumi terjadi, sejak awal
mereka juga sudah saling bantu membantu.
Sekitar
pukul 7 pagi kami mulai mempersiapkan agenda yang akan dilakukan hari ini.
Dimulai dari pembuatan wayang sederhana untuk mendongeng, hingga memastikan
daftar belanjaan yang akan menjadi bantuan korban pengungsi. Begitu persiapan
di rumah selesai kami bergegas menuju area perbelanjaan yang buka. Ya kemarin
kami sudah terlebih dahulu mengecek daftar barang yang tersedia beserta
harganya, sehingga pagi ini kami tak berlama-lama lagi di area belanja.
|
mempersiapkan wayang untuk dongeng |
|
belanja bahan bantuan |
|
bantuan donatur RZ siap dibawa ke pengunsi |
Lokasi
pengungsi yang kami datangi pertama hari ini adalah pengungsi dari Desa Tuada
di area makam pahlawan HalBar. Kami menyerahkan bantuan untuk posko pengungsian
dan pembuatan sekolah darurat serta trauma healing.
Semenjak sekolah diliburkan anak-anak tidak mendapatkan akses belajar,
padahal memasuki Desember biasanya sudah akan dimulai Ujian Akhir Sekolah
(UAS). Ini sangat disayangkan. Untuk pembuatan sekolah darurat sendiri kami
memberikan bantuan terpal, papan tulis, spidol, penghapus, buku dan pensil sebagai
sarana anak-anak belajar (catatan ini untuk memberikan pengertian bahwa sekolah
tak harus bermodalkan sesuatu yang besar, ketika kita melihat suatu tempat tak
memiliki akses pendidkan DIRIKANLAH SEKOLAH DARURAT! Dimanapun tempatnya,
berapapun modalnya).
|
membuat sekolah darurat di pengusian Desa Tuada |
Kami
pun mengumpulkan anak-anak usia sekolah
yang terlihat di area pengungsian untuk melakukan trauma healing berupa mendongeng dan bermain. Saat itu saya ingat dongeng
yang saya bawakan adalah “berani bermimpi”. Berharap anak-anak disini mau
memiliki mimpi yang besar. Tak peduli kami anak Indonesia Timur yang banyak
kedala akses informasi dan transportasi. Tak peduli siapa orang tua kami
disini. Tapi agar kami yakin masa depan kami akan membuat orang-orang yang
mendengar kisah kami pun ikut menangis, menangis haru melihat keberhasilan
kami. Eh maaf saya pakai kata “kami”, karena ini juga bentuk kegelisahan
pribadi saya. Harap pembaca budiman mengerti.
Ada quote yang
berbunyi:
“Bermimpilah setinggi langit, agar kalaupun jatuh kita tetap
berada di bintang-bintang”
|
mengajak anak-anak bermain untuk berkumpul mendengarkan dongeng |
|
mendongeng Berani Bermimpi |
Untuk
mengawali sekolah darurat yang kami buat saya pun menjadi guru dadakan untuk
anak-anak (terima kasih teman-teman yang sudah kuliah guru, ternyata tak mudah
ya mengajar, apalagi dengan fasilitas terbatas, hehehehe). Oh ia, pengalaman
tak terlupakan yang saya katakan diawal tadi terjadi disini. Ketika saya
meminta sukarelawan anak-anak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ia lagu
kebangsaan kita. Disini hati saya rasanya ingin pecah. Mata ini kehilangan fokus
tatapan. Arrrrrrggggh!!!! Luar biasa, tak bisa saya gambarkan bagaimana
perasaan saya saat itu.
Yang saya
ingat tiga orang anak akhirnya maju kedepan dan menyanyikan lagu Indonesia
Raya. Hanya beberapa kalimat mereka bernyanyi bertiga kemudian seluruh
anak-anak tanpa disuruh ikut bernyanyi. Suara tulus tentang bangsa ini, di
tengah makam pahlawan HalBar, menghadap pegunungan dan tenda mereka, ditemani
angin yang seakan mengikuti irama, belum lagi sinar matahari ketika mencapai
puncaknya. Syukur kami berada dibayangan pohon besar yang menjadi penyaring
sinar matahari. Oh luar biasa perasaan saya saat itu. Tak terasa air mata pun
keluar, padahal sudah berusaha saya tahan. Rasa haru ini tentang keadaan bangsa
yang seharusnya bisa jauh lebih baik dari saat ini. Pengalaman ini sangat mahal
rasanya untuk bisa dibeli. Terima kasih Tuhan atas anugrahMu yang Kau sisipkan
dalam sudut hati ini.
|
tiga orang anak Desa Tuada menyanyikan lagu Indonesia Raya |
|
trauma healing |
|
trauma healing |
|
Sekolah Darurat Gempa Bumi Halmahera Barat |
“Semua bisa
menjelajah luasnya negeri ini, tapi hanya yang mau menyelami semangat bangsa
yang bisa memahami negeri ini.” Wahyu.
Singkat
cerita setelah dari Desa Tuada kami menyalurkan bantuan untuk Desa Bobanehena.
Tak banyak mungkin yang dapat kami berikan untuk kedua desa ini, tapi semoga
dengan ini mereka lebih yakin bahwa Indonesia
itu bersaudara. Setelah seluruh bantuan tersalurkan, karena sejak hari
pertama kami belum sempat bertemu BPBD kami pun menyempatkan diri untuk
langsung ke kantor BPBD. Syukur kami sambut baik oleh Kepala BPBD HalBar Bapak
Chalid Ismail dan Sekretaris Kabupaten HalBar Bapak Abjan Sofyan.
|
diskusi bersama kepala BPBD Halmahera Barat Bapak Chalid Ismail |
|
diskusi bersama Sekretaris Kabupaten Halmahera Barat Bapak Abjan Sofyan |
Inilah hari
terakhir kami di Halmahera Barat, negeri yang baru dilanda gempa bumi dengan
intensitas lebih dari 100 kali per hari selama beberapa hari. Semoga bencana
menjauhi negeri nan kaya ini. Amiiiiin.
*end
|
bantuan susu dan bikuit |
|
Salam Untuk Indonesia dari Desa Tuada, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara |
|
sun rise di Jailolo |
|
teman perjuangan di Jailolo |
|
rumah adat Halmahera Barat dengan latar gunung |
|
Masjid Besar Jailolo |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar