Perjalanan Sosial dan Spiritual
Menuju Provinsi Pembuat Sejarah (2)
|
salah satu sudut di dekat pelabuhan Jailolo, HalBar |
30 November 2015 jam 8 pagi pelabuhan
Jailolo menyambut kami (Maluku Utara lebih cepat satu jam dari Sulawesi Utara.
Sekitar 1,5 jam kami menunggu penumpang lain yang sibuk menurunkan penumpang,
sekaligus kami menunggu truk kepolisian yang direncanakan menjemput kami.
Untungnya kami memiliki senior (kak Zul) di kampus UNSRAT yang berdomisili di
HalBar, sehingga proses komunikasi bisa lebih mudah.
|
Barang dinaikan ke truk polisi |
|
melakukan koordinasi |
Setelah barang diturunkan dari kapal
dan dinaikan ke truk polisi, kami segera menuju posko pengungsian terdekat yang
kabarnya terdampak paling parah, yaitu Desa Bobanehena. Begitu tiba di posko
desa Bobanehena kami langsung mencari pihak yang bertanggung jawab. Namun
karena di lokasi (Posko Desa Bobanehena) kami tak menemukan pihak BPBD,
akhirnya kami melakukan komunikasi langsung dengan kepala desa serta koordinator posko yang ada.
|
salah satu sudut desa Bobanehena |
|
melakukan survei langsung di daerah Desa Bobanehena |
|
penyerahan bantuan ke Kepala Desa Bobanehena |
Disini ternyata memang BPBD telah
berusaha membantu korban gempa dengan maksimal, bantuan terus masuk. Namun
ternyata seperti beras sebenarnya telah masuk rutin, tapi karena jumlah
penduduk mengungsi yang mencapai 1499 jiwa (448 KK) maka persediaan cepat
habis. Sementara setiap KK mendapatkan jatah 1 KG per hari, ”mau anggota
keluarga banyak atau sedikit jatahnya tetap sama” tutur warga yang berada di
posko. Untuk Desa Bobanehena sendiri warga mengungsi di depan rumah
masing-masing dengan membuat tenda dan juga terdapat dua titik pengungsian yang
terpusat di pinggiran desa.
|
warga membangun tenda darurat di depan rumah yang tidak rusak berat |
|
mendengar kondisi langsung dari warga Bobanehena, terlihat di dalam rumah beberapa bagiannya telah roboh |
|
warung warga Bobanehena rusak parah akibat gempa |
|
mengunjungi tenda pengungsian yang terpusat |
|
suasana tenda darurat di desa Bobanehena |
Bisa dibayangkan mereka yang rumahnya
tidak runtuh membuat tenda di depan rumah sendiri, yang dimana di sekitar
mereka bisa terlihat ada bangunan lain yang telah runtuh dan retak. Tentu
suasananya akan menjadi mencekam apabila malam tiba, apalagi kalau gempa
susulan berlangsung. Setelah menyalurkan bantuan awal kami pun meninggalkan
posko. Sekitar dua jam kami berada di
Desa Bobanehena.
Setelah dari Desa Bobanehena kami
melanjutkan ke titik kedua yaitu taman
makam pahlawan Halmahera Barat yang terdapat pengungsi dari Tuada. Desa Tuada
sendiri sebenarnnya tidak mengalami kerusakan parah akibat gema, namun
dikarenakan adanya isu tsunami akhirnya mereka mengungsi. Dengan dua tenda
utama yang didirikan BPBD sebanyak 159 KK (704 jiwa) hidup area makam pahlawan.
Ketika kami tiba terlihat di posko banyak anak yang sedang bercengkramah dan
istirahat. Diketahui juga sejak mereka mengungsi seluruh anak-anak telah
diliburkan.
|
berdiskusi dengan koordinator posko Desa Tuada |
|
penyerahan bantuan kepada pengungsi Desa Tuada |
Setelah kami menyalurkan bantuan awal
untuk warga Tuada, kami bergegas pergi menuju kompleks pertokoan yang buka
untuk belanja bantuan tahap lanjutan. Memang kami membagi porsi belanja bantuan
menjadi dua, yaitu bantuan tahap awal dari Manado dan bantuan yang dibeli di
HalBar setelah kami melihat apa yang dibutuhkan oleh pengungsi secara lansgung.
Dan memang benar harga disini untuk beberapa barang jika dibandingkan dengan
Manado lebih mahal dua sampai tiga kali lipat.
Hari pertama di HalBar yang sungguh
menguras tenaga extra, maklum disini lebih panas dari Manado. Matahari seakan
mau membakar kulit (faktor pendatang baru). Matahari sudah akan menghilang,
inilah tanda untuk kembali mengatur rencana untuk besok sekaligus mengumpulkan
tenaga.
“Besok akan menjadi hari baru bagi
pemilik jiwa yang damai” Wahyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar