Sedih rasanya hari ini (21 Mei 2014) ketika menyadari lebih dari dua bulan saya tak memiliki produktivitas nyata dalam hal wacana dengan bentuk tulisan. Seperti yang kita tau bahwa kita akan menjadi manusia pintar dengan membaca banyak hal, namun itu tak akan membuat kita dikenal dalam sejarah. Untuk bisa dikenang dalam sejarah caranya hanya satu. Jika ada yang bertanya bagaimana? Jawabnya lewat TULISAN!
Apakah semua tokoh yang dikenal sampai hari ini menulis?
Tentu tidak, namun mereka ditulis oleh sejarah lewat orang lain. Abad modern
saya contohkan seorang Chairul Tanjung lewat buku berjudul “Si Anak Singkong”,
buku itu bukan ditulis olehnya, tapi oleh wartawan senior kompas bapak Tjahja
Gunawan Diredja (selamat pak bapak juga akan dikenang sejarah lewat tulisan
saya, heheheh).
Bahkan nabi besar sekalipun seperti Muhammad, Musa dan Isa
bisa dikenang dan memiliki pengikut sampai hari ini karena adanya catatan
rekaman kehidupan mereka lewat kitab-kitab yang ada. Apakah mereka menulis?
TIDAK! Namun ingat “mereka melakukan
sesuatu yang besar agar bisa dicatat sejarah”. Apakah hari ini kita sudah
melakukan sesuatu yang besar? Sebagaian dari kita pasti menjawab belum.
Bagaimana dengan kita yang masih muda? Atau walaupun sudah
tua namun belum dicatat sejarah? Cara yang paling mudah agar bisa dicatat
sejarah adalah lewat tulisan kita sendiri. Lewat tulisan yang kemudian kita
sebarkan maka itu akan menjadi buah pemikiran untuk orang lain.
Seorang Raditya Dika, pemuda semi-gila katanya ternyata bisa
berhasil lewat tulisan kehidupan pribadinya yang dia tulis di blog kemudian
dicetak menjadi buku. Masih malas menulis? Silahkan hilang ditelan zaman
(hehehe). @wahyu_presiden